Saturday, December 27, 2008

WAWANCARA DENGAN SYEIKH MUHAMMAD ALI TASKHIRI

WAWANCARA DENGAN SYEIKH MUHAMMAD ALI TASKHIRI
SETIAUSAHA AGUNG MAJMA’ TAQRIB BAYNAL MAZAHIB
(ORGANISASI PENDEKATAN DI ANTARA MAZHAB-MAZHAB ISLAM DI REPUBLIK ISLAM IRAN)

Apa perbezaan antara wahdah, ittihad, ukhuwwah dan tauhidul kalimah ?


Saya tidak menemukan perbezaan antara istilah-istilah tersebut, wahdah adalah ittihad itu sendiri dan ukhuwwah adalah salah satu rukun dasar teori untuk terelasisasinya persatuan Islam. Jadi, persatuan Islam itu berdiri di atas dasar-dasar, antaranya kesamaan akidah dan pandangan dunia dan persaudaraan Islam yang berdiri di atas persaudaraan iman. Namun ada perbezaan antara penyatuan (tawhid) dan pendekatan (taqrib) kerana pendekatan itu adalah (merujuk pada usaha mendekatkan suatu pemikiran) di antara berbagai pemikiran yang berbeda-beda. Pemikiran itu tidak mungkin menjadi satu, disebabkan oleh perbedaan tingkat intelektual dan perbedaan persepsi. Maka, apa yang kita maksudkan dengan pendekatan antara pemikiran itu adalah meneroka titik-titik kesamaan dan meluaskannya agar dapat bekerja sama dalam menerapkan titik-titik yang sama tersebut. Adapun wahdah (persatuan) adalah (persatuan) di dalam sikap dan praktikal. Artinya, diharapkan agar umat ini memiliki sikap yang satu di saat berhadapan dengan tentangan besar yang datang dari luar dan sikap yang satu dalam hal menyelesaikan problem dalaman dalam menegakkan syariat dan nilai-nilai akhlak. Ringkasnya, dari satu sisi tidak ada beza antara wahdah dan ittihad. Keduanya berdiri di atas persaudaraan iman yang menjadi asas teori demi terselenggaranya persatuan Islam.

Lawan dari istilah-istilah tersebut kita mendapatkan istilah khilaf dan ikhtilaf Adakah perbezaan antara keduanya?


Mungkin saja kata khilaf ditafsirkan sebagai pertentangan pada prktikal. Adapun ikhtilaf ditafsirkan sebagai pertentangan teori dan pemikiran. Namun saya tidak melihat ada perbezaan serius di dalam pembahasan dua istilah tersebut. Perbezaan dan pertentangan di dalam pemikiran tidak ada salahnya dan tidak ada teks agama yang menolak adanya perbezaan dalam pemikiran. Sebagaimana saya tidak pernah menemukan teks agama yang menuntut adanya kesamaan pemikiran. Akan tetapi yang tercela dan dilarang oleh agama adalah pertentangan dan perbezaan di dalam garis perlaksanaan. Di saat Allah Swt berfirman, Wa’tashimu bihablillhi jami’an wala tafarraqu (berpegang teguhlah kalian pada tali Allah dan janganlah kalian berpecah belah) ingin menekankan adanya kesamaan sikap dalam praktikal dan amal dengan berpegang teguh pada tali Allah yang kukuh dan tetap iaitu jalan menuju Allah yang bebas dari kesalahan (ma’shum) yang tidak ada perselisihan padanya.

Apakah persatuan menuntut adanya keyakinan akan kebenaran yang banyak?


Tidak. Kebenaran itu tunggal. Hanya saja sudut pandang dan metode yang ditempuh berbeza-beza. Kami di dalam agama Islam meyakini, bahwa syariat Islam itu satu. Syariat yang ada di sisi Tuhan adalah tunggal. Namun tanggapan dalam memahami syariat tersebut berbeda-beda. Seorang mujtahid yang melakukan penelitian boleh jadi salah dan boleh jadi benar. Seperti di dalam hadis disebutkan, bahwa mujtahid yang salah akan mendapatkan satu pahala dan yang benar akan mendapatkan dua pahala. Ini tidak menuntut adanya kebenaran yang banyak dan majemuk. Kebenaran atau hakikat adalah kesesuaian antara yang ada di dalam benak kita sebagai konsep dengan realiti yang terjadi di luar, ini adalah definisi kebenaran. Bila sesuai, maka bererti telah benar dan bila tidak sesuai, maka bererti yang ada di benak kita itulah yang salah dan bukan bererti kebenaran itu berubah dan menjadi banyak. Di sinilah letak kesalahan fahaman Marxis, di mana mereka menganggap, bahwa perbezaan pandangan atau konsep yang ada di benak kita tentang kebenaran atau hakikat dapat mengubah kebenaran dan hakikat itu sendiri. Karena itu, di saat pandangan manusia berubah-ubah, maka kebenaran itu sendiri juga berubah-ubah. Di saat terjadi perkembangan pada cara berfikir manusia, maka terjadi pula perkembangan dalam hakikat dan kebenaran. Sekali lagi keragaman keyakinan dan praktikal amali tidaklah menuntut keyakinan akan keragaman kebenaran yang banyak, namun hal itu memberikan makna, bahwa kebenaran itu adalah satu. Hanya saja ada beberapa perbezaan pandangan tentang kebenaran tersebut, sebagiannya benar dan sebagian yang lain salah.
Pluralisme juga memiliki makna adanya saling menghormati antar pemeluk keyakinan yang berbeda-beda. Di dalam al-Quran di Surah Saba’ ayat 24 Allah memerintahkan Nabi saw untuk menyeru kepada orang-orang musyrik saat itu. Dan sesungguhnya kami atau kalian (orang-orang musyrik) pasti berada dalam petunjuk atau dalam kesesatan yang nyata.


Ini sama sekali tidak dalam rangka menjelaskan, bahwa kebenaran itu berbilang, namun di dalam dialog ada kalanya anda yang salah dan ada kalanya saya yang salah. Di dalam ayat berikutnya Allah berfirman, Katakanlah,
Kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas dosa yang kami lakukan dan kami tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kamu lakukan.
Cuba perhatikan! Di dalam ayat ini ada dua hal yang patut kita petik.


Pertama, al-Quran melarang kita di saat masuk dalam sebuah dialog untuk mengungkit-ungkit masa lalu dan menuduh dengan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan dengan mengatakan, ”Bukankah engkau dulu yang begini dan begini”, sehingga pada akhirnya melupakan pembahasan aslinya dengan mengalihkan pada masalah pribadi.


Kedua, al-Quran mengajarkan kepada kita agar menghormati lawan bicara dengan tidak menganggap apa yang dia lakukan sebagai sebuah kesalahan, sebaliknya kita harus menganggap perbuatan yang kita lakukan sebagai perbuatan buruk (ajram) yakni sesuai dengan pandangan lawan bicara, sedangkan pekerjaan lawan bicara tidak boleh kita anggap sebagai perbuatan buruk, walaupun menurut kita salah. Karena itu, di dalam ayat itu ia menggunakan kata amma ta’malun (apa yang kamu lakukan) padahal lawan bicara Nabi di dalam ayat itu adalah musyrik. Maka, bagaimana jika dia seorang Ahlulkitab bahkan Muslim?


Jadi, persatuan di dalam landasan praktikal tidaklah bertentangan dengan keyakinan pluralis, namun haruslah berada di dalam ruangan umum. Ertinya, haruslah ada ukuran yang general dan diterima oleh semua, seperti keimanan akan satu Tuhan (tauhid) dan keyakinan akan nilai-nilai universal. Selama berada di dalam koridor tersebut, maka tidak ada larangan untuk terjadi perbezaan pandangan dan pemikiran, bahkan dalam agama sekalipun. Masyarakat Islam boleh hidup bersama pemeluk agama lain dan dapat memberikan hak-hak mereka. Maka, pluralisme adalah suatu hal yang wajar di dalam koridor peradaban, agama, dan mazhab dalam satu agama. Saya tidak melihat hal itu sebagai problem. Malah saya menganggapnya sebagai sebuah hal yang normal dengan masing-masing pemeluknya memiliki jiwa toleransi dengan yang lain serta bekerjasama secara logik.


Bagaimana pendapat tuan berkenaan dengan isu dan tuduhan yang dilontarkan oleh mereka yang tidak sejalan dengan usaha menyatukan ummat Islam, dengan mengatakan, bahwa persatuan yang diperjuangkan oleh orang-orang Syiah dan Republik Islam Iran memiliki tujuan tertentu dan politik bukan dalam rangka memperjuangkannya sebagai bagian dari ajaran Islam?


Tuduhan-tuduhan seperti itu sering kali kita dengar dan bukanlah hal yang baru. Sepanjang sejarah kita dapatkan tuduhan-tuduhan murahan seperti itu. Kita harus membezakan antara strategi dan taktik. Strategi adalah upaya yang berkepanjangan dan tetap, sedangkan taktik adalah bersifat sementara dan berubah-ubah. Kita mengakui, bahwa upaya persatuan itu adalah masalah strategi, yakni sebuah garis panjang yang telah digariskan Islam seperti firman Allah dalam Surah Anbiya ayat 92:
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
Begitu juga di dalam Surah al-Mu’minun ayat 52,
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.
Ertinya, di saat Islam menekankan pentingnya persatuan dan mewajibkan persaudaraan dan di sisi lain membuka pintu kebebasan berijtihad yang akibatnya adalah adanya perbezaan dan menentukan batasan-batasan di mana siapa yang berada di dalamnya bererti masuk dalam keluarga besar umat Islam, yakni mereka yang meyakini akan keesaan Tuhan, kenabian Nabi Muhammad saw dan hari akhir serta menerima hukum-hukum Islam yang disepakati, seperti solat, puasa, haji dan jihad. Mereka yang berada di dalam area ini adalah keluarga besar umat Islam, semuanya memiliki kedudukan yang sama (mutakafiun, mutadhaminun) dan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Ini yang dikatakan oleh Islam dan bukanlah yang dikatakan oleh Iran atau Syiah. Iran dan Syiah tidak memiliki perkataan lain. Di saat kita mengajak kepada persatuan dan pendekatan antara mazhab, maka kami tidak menginginkan selain dari hal ini. Muawiyah bin Abi Sufyan di dalam salah satu suratnya kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata: Apa yang anda sampaikan bukanlah sesuatu yang baru, namun sudah disebutkan oleh al-Quran dan Sunnah Nabi. Imam Ali menjawab, Itu adalah kebanggaanku, di mana apa yang aku sampaikan adalah sesuai dengan al-Quran dan sabda Rasulullah. Aku memang tidak memiliki sesuatu yang lain selain dari apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalam al-Quran dan apa yang telah disabdakan oleh Nabi saw. Engkau bermaksud untuk mencela diriku namun, itu adalah penghormatan dan pujian bagiku.


Republik Islam Iran memang tidak memperjuangkan sesuatu yang baru. Segala apa yang diperjuangkan adalah dari dalam al-Quran dan Sunnah. Kelompok Salafi dan kelompok yang mengkafirkan kelompok lain yang sering melakukan tuduhan seperti di atas, mereka sendirilah yang telah keluar dari logika Islam dan al-Quran di saat mereka mengafirkan orang yang tidak kafir dan menuduh orang yang tidak tertuduh. Kami meyakini, bahwa siapa yang mengimani rukun Islam dan iman, maka ia telah masuk di dalam kesatuan umat Islam sekalipun belum pernah mengamalkan ajaran Islam. Di sisi lain, kami mengajak untuk melakukan pendekatan antara mazhab-mazhab Islam dan makna pendekatan itu bukanlah meleburkan semua mazhab menjadi satu atau melakukan campur aduk antara ajaran mazhab yang berbeza-beza. Namun pendekatan mazhab yang ingin kami realisasikan adalah menyingkap titik-titik persamaan, memperluasnya, dan bekerja sama dalam melaksanakan yang disepakati tersebut dan saling memahami dan memaafkan atas perbezaan yang dimiliki. Apakah ini sesuatu yang keluar dari garis dan koridor Islam? Islam menyuruh kita untuk mencari titik temu dengan Ahlulkitab, seperti firman-Nya dalam Al- Imran 64: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".


Saya meyakini, bahwa ayat ini menyuruh kita untuk mencari titik persamaan dengan orang musyrik sekalipun, tidak hanya Ahlulkitab. Artinya, jika memang ada titik-titik persamaan dengan orang-orang musyrik, maka wajib kita cari titik-titik persamaan tersebut. Tentunya lebih-lebih lagi kita harus mencari titik-titik temu antara kaum Muslimin sendiri. Inilah yang kami perjuangkan di dalam upaya melakukan pendekatan dan dialog antara mazhab. Adapun upaya merealisasikan persatuan Islam itu agar umat Islam bersatu dalam menghadapi musuh bersama. Apakah Islam tidak menginginkan demikian? Ertinya, apakah Islam menyuruh kita untuk bercerai berai dalam rangka menghadapi musuh kalian? Apakah Islam menyuruh kita bercerai-berai dalam menyelesaikan problem dalaman dan penting umat Islam? Saya benar-benar tidak dapat memahami perkataan dan tuduhan mereka, kecuali salah satu kemungkinan berikut:
1) kerana kebodohan mereka dan memang majoriti mereka demikian;
2) kerana fanatik mereka dan majoriti mereka memang demikian
3) kerana kepentingan politik
4) kerana mereka merupakan kaki tangan musuh-musuh Islam.

Bersambung...



Tuesday, December 9, 2008

IMAM ALI KHAMENA'I DAN KEBANGKITAN IMAM MAHDI -SIRI 2-

IMAM ALI KHAMENA'I DAN CIRI-CIRI PENGGERAK GERAKAN MAHDAWIYAH

" Untuk terjadinya kehadiran Imam Mahdi a.s tidak cukup dengan syarat berlakunya kezaliman dan kefasadan sahaja, tetapi ia juga memerlukan kepada persyaratan
1) INSAN SOLEH,
2) PEMIKIR YANG KUAT
3) IMAN YANG KUKUH
4) FIZIKAL YANG TERLATIH
5) HATI YANG TERANG (BERSIH)


Imam Zaman a.j merindui peribadi yang
1) TABAH MENGHADAPI TENTANGAN DAN UJIAN YANG PAHIT
2) TIADA KERAGUAN, KEGENTARAN, KEMUNDURAN DAN YAKIN DENGAN KEPUTUSAN SEHINGGA MAMPU MELAKSANAKAN TAKLIF YANG BESAR IAITU MELAKUKAN PERUBAHAN DI ATAS MUKA BUMI INI (MENUJU ARAH POSITIF)

mereka ini perlu siap menghadapi segala masalah serta komplikasi-komplikasinya, begitu juga mereka perlu ada
1) SISTEM YANG KUAT YANG MANA ANGGOTANYA TIDAK PERNAH GENTAR DAN RAGU,
2) MEMILIKI BASYIRAH (MATA HATI YANG TERANG) DAN TIDAK KHAWATIR DENGAN SEGALA MASALAH YANG DIHADAPINYA.
Begitulah imam kita….

Imam Mahdi a.j sentiasa MERINDUI peribadi yang
1) PEKA DAN SEDAR TERHADAP APA YANG BERLAKU
2) BERPENGALAMAN
3) BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
4) TELITI DENGAN SETIAP MASALAH DAN ISU
5) PENUH PENGORBANAN
6) PENGABDI MASYARAKAT
7) PEJUANG MENGHADAPI MUSUH ALLAH

Kalian sudah wajib mempersiapkan diri, hingga insyaallah ketika waktu yang dijanjikan sampai kalian sudah dapat memenuhi keperluan tersebut…antara persiapan tersebut :
1) TAQWA
2) TAWADHU',
3) MEMBANTU YANG LEMAH
4) BERTAHAN MENGHADAPI PENINDASAN
Ini semua merupakan sifat-sifat pejuang Imam Mahdi a.s…"

PERSIAPAN KEMUNCULAN IMAM MAHDI A.J

" Untuk keminculan Imam Mahdi a.s perlu adanya persiapan iaitu perlaksanaan HUKUM ISLAM dan PEMERINTAHAN AL-QURAN…..maka harus ada persiapan, ketika persiapan telah dilakukan, maka insyaallah kehadiran Imam Mahdi a.s pun akan tersedia.

Wahai umat yang mulia, TERUTAMANYA PARA PEMUDA, apapun yang dianggap layak dari segi ma'rifah, akhlaq, tindakan mencari peluang yang lebih banyak pada diri kalian maka "masa akan datang' akan lebih dekat lagi.
Kita perlu mengetahui bahawa kemunculan Imam Mahdi a.j selangkah lebih dekat dengan revolusi Islam kita, ketika itu juga masyarakat akan lebih dekat lagi dengan Imam Zaman a.j.

Bagaimana ?

Seberapapun lingkaran Islam yang saya dan anda miliki di Iran ini dapat diperbesarkan lagi dan sejauh mana kalian dapat memperluas Islam ini kealam yang lain, Negara yang lain, ke titik-titik gelap yang lain, sejauh itu pulalah kehadiran Imam Mahdi a.j akan mendekat.
Tujuan MASYARAKAT SYURGAWI ALAWI MAHDAWI HARUSLAH KITA PERSIAPKAN kewujudannya DARI SEKARANG, kita tidak boleh seiring dengan kezaliman dan kefasadan, dan perlu menolaknya, serta bersikap jelas pada hal ini. PADA DIRI KITA PULA PERLU TERDIDIK DENGAN ATURAN-ATURAN ISLAM BEGITU JUGA PADA MASYARAKAT KITA. SAMA SEKALI TIDAK BOLEH MEMBERI KESEMPATAN UNTUK MENERIMA PEMIKIRAN NON ISLAM DAN ANTI ISLAM.

Kita harus menjadikan semua sistem, pengurusan dan semua aspek pelaksanaan samada zahir maupun bathinnya adalah bersifat Islam. Arah inilah yang diberikan oleh 'Penantian Imam Mahdi' pada kita.


Imam Mahdi a.j di dalam Doa Nudbah (doa pagi hari Jumaat) yang kita baca menentang kefasikan, permusuhan, thaghut dan kemunafikan, segala bentuk pertikaian dan kelalaian yang merusak kedua-dua sisi insani iaitu material dan spiritual.. Kita di dalam masyarakat hari inipun harus bergerak menuju ke arah Imam Zaman a.j dan terus maju. Inilah yang akan menjadikan hubungan jiwa kita lebih dekat dengan Imam Mahdi a.j, sehingga masyarakat kita menjadi 'Masyarakat Waliyul Asri' dan akan lebih dekat lagi dengan masyarakat Mahdawi Tauhidi.

Wassalam

Wednesday, November 26, 2008

IMAM ALI KHAMENA'I DAN KEBANGKITAN IMAM MAHDI -SIRI 1-

MAKNA INTIZHAR (PENANTIAN) :

Menanti "kehadiran" Imam Mahdi adalah menanti Pemerintahan al-Quran dan Islam
" Kalian tidak akan pernah puas dengan kemajuan dimana kalian sedang berada sekarang, sekalipun dengan kemajuan revolusi Islam yang telah kita capai. Kita masih berharap lagi untuk lebih dekat dengan pemerintahan al-Quran dan Islam inilah penantian . Intizhar adalah menunggu karya sempurna pekerjaan kemanusiaan.

Hari ini kemanusiaan berada dalam bangunan musibah,, dilanda musibah yang kompleks.
Hari ini budaya material ditunggangi untuk dipaksakan pada kehidupan manusia.. ini sebuah musibah.

Hari ini di seluruh permukaan bumi sebahagian manusia sedang tertindas. Hari ini mustadh'afin (golongan tertindas) di Afrika, Amerika Latin dan jutaan manusia sedang kelaparan di Asia, semuanya di bawah penindasan Apartheid. Pandangan penuh harap dan teriakan meminta tolong mereka ! terhambat oleh tekanan kuasa-kuasa besar ini. Ini sebuah musibah.

Hari ini pola berfikir manusia di dunia telah terbalik, hingga teriakan keadilan masyarakat revolisioner terhadap keangkuhan kuasa-kuasa besar dunia dianggap sesat. Ini sebuah musibah. Zuhur (kemunculan Imam Mahdi) akan memecahkan segala musibah ini.Kini saya akan bukakan pandangan yang lebih luas yang tidak terbatas pada kehidupan seharian sebuah rumah tangga. Di seluruh dunia insaniyah selalu mengharapkan kemunculan, tapi mereka tidak mengetahui jalan kemunculan itu. Kalian muslimin adalah kaum yang revolisioner harus bergerak dengan teratur melanjutkan revolusi Islam agar mendekatkan lagi kemunculan dunia kemanusiaan. Kalian WAJIB mengarah pada kemunculan Imam Mahdi al-Mau'ud (yang dijanjikan) yang akan menjanjikan revolusi terakhir kemanusiaan yang mencakup seluruh dunia, seluruh alam akan terbuka saat itu mengeluarkan keberkahannya…langkah demi langkah harus diatur, dekatkan dirimu pada nilai-nilai kemanusiaan….inilah makna penantian akan kehadirannya.

Penantian kehadiran Imam mahdi adalah penantian untuk mengisi dunia dengan keadilan dan pemberian hak pada manusia.

Penantian adalah melenyapkan kezaliman (meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya) dari segala aspek kehidupan manusia dan menanti sampainya dunia pada kesempurnaan insaniyah samada dari sisi materi mahupun maknawinya. Penantian adalah kerinduan insan soleh untuk melaksanakan keadilan.

Sebelum zuhurnya Imam Mahdi aj manusia-manusia soleh AKAN DIUJI di dalam medan mujahadahnya (perjuangannya), MEREKA AKAN MASUK DIKANCAH PERCUBAAN SEBELUM KELUAR DENGAN KEBANGGAAN. Dunia hari demi hari akan lebih mendekat pada harapan itu dengan keberadaan organ-organ yang bertujuan pada gerakan Mahdawiyah ilahiah ".

Imam Ali Khamena'i melanjutkan lagi :
" Semua aqidah yang benar akan menjadi target serangan musuh….kita hari ini harus betul-betul waspada dan hati-hati ! Musuh telah menyusup dalam peraturan dan hukum Islam. Setiap aqidah, perkembangan syariat suci akan menjadi pola kehidupan individu. Masyarakat dan umat Islam telah memberi kesan positif pada permainan musuh dengan segala tipu dayanya musuh akan berusaha semaksimum mungkin untuk menghancurkannya sehancur-hancurnya, setidak tidaknya mereka akan berusaha untuk memecah belah aktiviti mereka.
Baiklah, mungkin kalian bertanya apa sebenarnya yang telah musuh lakukan?!
Bagaimana musuh bertindak untuk menghilangkan aqidah Islam dari masyarakat?!
Tidak, ini merupakan satu kesilapan!
Musuh akan dapat melakukan tetapi dalam jangka waktu yang lama, terkadang dalam waktu puluhan tahun, mereka akan berusaha untuk memadamkan cahaya atau merubahnya menjadi titik gelap..melalui akidah Islam mereka telah banyak bekerja, melalui akidah tauhid, akidah imamah dengan menggunakan istilah-istilah akhlak irfani seperti sabar, tawakkal dan qana'ah dan redha! Mereka berkerja..semua ini merupakan point-point penting bagi kaum muslimin ketahuinya. Perhatikanlah sungguh-sungguh ! apa yang telah dikerjakan oleh musuh. Mereka berusaha menggantikan motor penggerak masyarakat Islam, sehingga nanti ketika perlu untuk mereka gunakannya, ianya (motor penggerak) telah rosak dan makna kebenaran juga telah berubah di akal manusia. Penggerak masyarakat itu (sedar atau tidak) telah menjadi 'candu dan ubat tidur' bagi masyarakat…Inilah yang mereka lakukan…

Sekarang perbicaraan kita pula pada musuh yang pandai (samada munafik atau kuffar) ! mereka datang pada akidah ini. Saya mendengar dimana puluhan tahun yang lalu iaitu ketika terjadi penjajahan di Afrika Utara, dimana disana terdapat banyak pencinta Ahlul Bait a.s. Tetapi mazhab mereka masih mazhab Islam (bukan mazhab Ahlul Bait a.s) dan cinta juga kepada Ahlul Bait a.s, Negara-negara seperti Moroko, Sudan memiliki akidah Mahdawiyah yang beragam-ragam. Dulu ketika penjajah pertama memasuki kawasan ini, mereka menghadapi kesulitan yang amat sangatkerana berkat adanya akidah Mahdawiyah ini.

Lihatlah ! batapa pentingnya akidah Mahdawiyah ini !!
Ia memberikan 'aspirasi kekuatan' pada suatu bangsa, sebagaimana darah dalam nadi dan roh di dalam badan, kerana ia adalah satu harapan…
Kita dipaksakan oleh musuh untuk mendengarkan bisikan "PUTUS ASA DAN KECEWA"..sebagai contoh bisikan mereka

"wahai tuan ! kalian tak mampu menghadapinya..tak ada gunanya ".

Inilah yang hendak musuh paksakan pada kepercayaan masyarakat, kami melihat betapa propaganda ini dijalankan dengan sangat teratur sekali, sehingga masyarakat benar-benar berputus asa setelah itu (samada mereka sedar atau tidak akan hal ini).
Masyarakat juga dibuat putus asa deagan EKONOMI DAN SOSIO BUDAYA..
Pejuang-pejuang kemerdekaan yang gigih berjuang melalui budaya dan politiknya menjadi putus asa dengan perjuangan budaya bangsa dan politiknya.HARI INI, SETIAP ORANG DAN SETIAP AKTIVITI YANG MEMBUAT ORANG MERASA PUTUS ASA (BERJUANG MENGHADAPINYA) MERUPAKAN AKTIVITI MUSUH, SAMADA DIA MENGETAHUI ATAUPUN TIDAK. SETIAP PENA YANG DITULIS DI ATAS HELAIAN-HELAIAN KERTAS YANG MENYEBABKAN KEPUTUS ASAAN PADA PERJUANGAN MASYARAKAT, PENA INI MERUPAKAN PENA MUSUH ! BAIK PEMILIK PENA TADI TAHU ATAUPUN TIDAK (DIGUNAKAN) !

Kalau mereka tidak berhasil mereka akan merusak pula pemikiran masyarakat dengan mengatakan :
" Baiklah, imam nanti akan datang juga, nanti semua perkara akan diselesaikan olehnya "
Kata-kata ini sangat merusakkan akidah! Inilah yang membuatkan ubat kuat menjadi candu. Apa maksud mereka nanti imam dating dan akan selesaikan semua perkara ? jadi apa yang harus kalian lakukan ? kalian WAJIB mempersiapkan saham bagi menyambut kehadiran Imam Mahdi aj dengan mempersiapkan diri juga.
Para Penindas Dunia dan Zionis sedang berusaha untuk menjadikan SEMUA BANGSA dibawah kekuasaan mereka, dengan membiasakan keadaan DARURAT (terdesak, terpaksa), inilah bentuk kebiasaan mereka dalam berkerja dan tidak akan berubah. Kekuatan penjajah menjadikan masyarakat lupa , lalai, tidak memiliki aktivis, tidak memiliki pengaruh rakyat…keadaan inilah yang akan menjadi syurga buat musuh.

Tetapi PENANTIAN KEHADIRAN IMAM MAHDI MENCIPTAKAN INSAN UNTUK TIDAK PERNAH MENGENAL ERTI PUTUS ASA AKAN KEADAAN YANG ADA, INSAN SOLEH INI AKAN BERUSAHA KERAS UNTUK MENCAPAI KEADAAN YANG LEBIH BAIK DAN SEMPURNA…"

bersambung...

Saturday, November 1, 2008

Akhlak Pemimpin Islam

Sewaktu menonton klip-klip video pemuda dan pemudi negara Iran yang mana mereka telah diberikan kesempatan untuk bertemu dengan pemimpin ummat Islam Al Imam Sayyid Ali Khamenei, terdetik rasa kagum serta cemburu terhadap mereka. Mereka yang sememangnya menanti-nantikan kedatangan Sayyid didalam satu ruangan dengan penuh semangat kecintaan dan hormat terhadap beliau sambil menyeru nama beliau,yang mana telah dibalas Sayyid dengan kecintaan yang luar biasa,yang mana Sayyid dengan penuh kecintaan dan keramahan menyanjungi mereka dengan penuh kerendahan diri. Sayyid Ali dalam pertemuan tersebut menggelarkan dirinya sebagai ayah kepada pemuda-pemudi tersebut,saat kedengaran dari mulut Sayyid membahasakan dirinya sebagai ayah dengan penuh haru dan emosi tangisan anak-anak muda tersebut kedengaran sambil memanggil-manggil beliau dengan penuh rasa cinta serta kasih sayang. Nasihat-nasihat yang diberikan Sayyid amat luar biasa, yang mana mereka yang berada di tempat tersebut mendengar dengan cermat dan teliti serta dengan mudah mencerna kata-kata pesanan Sayyid didalam jiwa mereka. Kata-kata Sayyid benar-benar membekas dihati mereka.


Antara nasihat beliau yang amat penting adalah waktu usia remaja amat berharga, faktor yang membentuk keperibadian cemerlang remaja adalah dengan mempelajari ilmu,mendidik diri dengan perlakuan yang baik serta aktif dalam sukan dan aktiviti ko-kurikulum dan sebagainya.Beliau juga turut menyentuh akan gerakan musuh terutamanya Negara barat yang cuba mempengaruhi serta menjadikan pemuda-pemuda khususnya pemuda Islam berada dibawah kawalan mereka dan merosakkan mereka dengan segenap kemampuan mereka.Sayyid juga menyeru pemuda-pemuda Iran supaya peka dan menjauhkan diri dari usaha-usaha musuh sambil meningkatkan keimanan. Sebuah peristiwa yang menakjubkan,kerana mereka benar-benar mengerti dan memahami akan fungsi pemimpin dan tanggungjawab mereka pada pimpinan mereka. Kebanyakan dari mereka yang diwawancara tidak mampu menceritakan kembali detik-detik pertemuan tersebut malah ada yang termangu bagaikan didatangi mimpi.


Kesimpulan yang dapat saya buat adalah wujud pemimpin telah menyinari hati-hati mereka. Itulah punca kecemburuan saya,yang mana hakikatnya kita sendiri di saat ini masih tercari-cari akan pemimpin yang mampu menuntun kita dalam apa jua keadaan, keperluan dan kepentingan sesuai dengan usia dan kemampuan. Terlintas di fikiran saya,bilakah kita akan jadi seperti mereka?Bilakah kita akan menyaksikan peristiwa sebegitu di tempat kita?Apakah mampu untuk kita menjadi seperti itu?Pokok, jawapan yang akan diberikan kita boleh jadi berbeza, tergantung kewarasan kita untuk menilai dan berfikir sebaik-baiknya. Para pemuda Iran benar-benar memahami tanggungjawab mereka pada agama, pemimpin dan juga negara, sedangkan kita masih terpinga-pinga malah lalai serta cuba mengabaikan dan menafikan tanggungjawab yang sedang kita pikul. Walhal kita mengetahui yang usia remaja adalah tahap atau tingkatan usia yang paling fleksibel dalam carta usia manusia, yang mana tempoh-tempoh keremajaaan dilewati dengan perkembangan fitrah, daya fikir, tanggungjawab, kemahiran dan sebagainya sehingga ke tahap maksima yang mampu dicapai mengikut kemampuan masing-masing. Seringkali kita dengar hal-hal yang negatif berkaitan dengan remaja. Kehidupan dan masa depan yang berharga ada ditangan pemuda tapi disia-siakan.Banyak hal yang menjadikan usia remaja berharga, bukan setakat kebolehan dan kemampuan sahaja malah usaha pemuda lebih gigih dibandingkan dengan golongan yang lebih senior dari mereka. Namun kita masih tersalah dalam mengerti akan makna dan hakikat usia ini, yang mana kita tak lari dari membuat pengertian bahawa usia remaja adalah had mula umur manusia untuk bebas membuat keputusan dan melakukan hal-hal yang diinginkan.


Pengertian remaja yang sebenarnya seringkali disalah erti sehingga boleh mengakibatkan kerosakan mentaliti, fitrah kemanusiaan serta akhlak.Apa sahaja tindakan yang dilakukan untuk menyelematkan remaja dari terjerumus ke jurang kesalahan hanya boleh dilakukan dengan kesedaran. Sebenarnya usia remaja ini adalah waktu untuk mempelajari erti sebenar kehidupan kita, sehingga ianya praktikal untuk menjadi seseorang yang berfungsi didalam komuniti masyarakat kita. Sejauh pengetahuan saya, hanya Islam, sebuah agama yang menitik beratkan dan memanfaatkan peranan remaja dalam agama,negara dan masyarakat.Masalah terbesar yang dihadapi Negara barat adalah tidak menyentuh,memerhati dan mempedulikan isu dan masalah remaja mereka, malah menyembunyikan isu tersebut.Disebabkan itulah Islam melihat isu remaja amat penting demi kesejahteraan agama, bangsa dan Negara..Kerana itulah didikan agama yang baik serta bermanfaat dimulakan sejak dari kecil.Masyarakat yang baik adalah sebuah komuniti besar yang mana format asal mereka terbentuk dari usia remaja yang terdidik serta peka terhadap tanggungjawab dan fungsi mereka didalam masyarakat.Semoga dengan kesedaran kecil yang kita milki,mampu untuk mencegah dan mendidik pemuda-pemuda Islam dan Negara ini dari menyimpang kearah kerosakan yang membinasakan Agama bangsa dan Negara.

Monday, October 27, 2008

BIOGRAFI PEMIMPIN ISLAM SAYYID ALI KHAMENA'I -SIRI3-

Tenggelam dan Terbitnya Mentari

Pagi hari itu, sejak azan subuh dikumandangkan, radio-radio secara serentak memperdengarkan bacaan Al-Quran. Pukul 10 malam semalam, Imam memang telah mengembuskan nafasnya yang paling akhir untuk bertemu dengan kekasihnya Allah,. Pagi hari itu juga, Majlis Khubregan (Dewan ulama' pakar kepimpinan) Iran mengadakan sidang darurat dengan satu agenda: mendengarkan pembacaan surat wasiat Imam. Sebelum wafat, Imam telah menulis sebuah surat wasiat. Menurut beliau, hanya dua orang yang berhak untuk membacakan suratnya itu. Pertama, putra tercintanya, Sayyid Ahmad Khomeini dan yang kedua, Sayyid Ali Khamenei yang saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Islam Iran. Sayyid Ahmad kemudian meminta dengan sangat agar Sayyid Ali yang membacakan surat wasiat itu. Sayyid Ali pun dengan berat hati menyanggupi permintaan itu. Pembacaan surat wasiat itu kemudian tercatat sebagai kandungan yang sangat memilukan. Berkali-kali Sayyid Ali menghentikan pembacaan surat tersebut karena harus mengesat air mata yang dengan deras mengalir tidak terbendung. Air mata duka dan kehilangan yang sangat dalam.

Setelah itu, sesuai dengan amanat perlembagaan, Majlis Khubregan (Dewan ulama' pakar kepimpinan) bersidang untuk menunjuk pemimpin baru revolusi Islam. Meskipun masih diliputi suasana duka, anggota Majlis yang berjumlah 72 ulama' kesemuanya itu tetap menghadiri sidang. Dalam suasana tertekan akibat rasa kehilangan, mereka harus segera memutuskan siapa yang menjadi pemimpin tertinggi menggantikan Imam Khomeini. Kepribadian Imam yang sangat besar telah membuat semua pihak, termasuk kalangan pihak dalaman Iran, meragukan kemampuan Dewan ulama' pakar dalam menunjuk pemimpin baru yang paling tidak, mendekati kebolehan Imam Khomeini.

Dengan kekhuatiran yang sangat mendalam, sejumlah media dalam negara termasuk pro revolusi juga menjangkakan krisis besar yang akan timbul setelah wafatnya Imam Khomeini. Surat Kabar Pasdaran merakamkan:
“Dengan wafatnya Imam, sebuah jurang yang sangat lebar akan tercipta pada sistem politik Iran dan dunia. Berbagai laporan dari media massa menunjukkan bahwa jurang itu tidak akan mungkin teratasi dengan cara apapun”.

Sementara itu kalangan media massa luar negara juga berpendapat yang sama. Tentu saja, pendapat kalangan luar itu disertai dengan rasa gembira, karena jika Iran huru-hara, maka gerakan kebangkitan Islam akan ikut runtuh.

Hampir semua pihak saat itu, jika ditanya mengenai pengganti Imam sebagai pemimpin Islam, akan menggelengkan kepalanya. Situasi yang sama mencengkam sidang Dewan ulama' pakar yang harus segera memutuskan pengganti Imam saat itu. Sayyid Ali ketika itu baru berusia 50 tahun termasuk di antara anggota Dewan ulama' pakar bersama Syeikh Hashemi Rafsanjani, sahabat dekatnya, Sayyid Ali mengelurkan idea pembentukan badan kepimpinan (kepemimpinan kolektif) untuk menggantikan kepemimpinan tunggal Imam Khomeini. Sistem ini memang termaktub dalam perlembagaan Iran, bahwa jika pemimpin tunggal tidak memungkinkan untuk terpilih, maka Dewan ulama' pakar diperbolehkan untuk membentuk dan memilih para anggota badan kepemimpinan (syura kepimpinan).

Kondisi yang ada sepertinya memang akan menggiring Dewan ulama' pakar untuk menyetujui saran dari Syeikh Rafsanjani dan Sayyid Ali tersebut. Di awal sidang, tanpa didahului oleh cadangan apapun, tercipta pembentukan badan kepimpinan. Para anggota Dewan ulama' pakar juga dipastikan sepakat memasukkan nama Sayyid Ali sebagai salah satu anggota badan itu. Ketika sidang mulai membahas mekanisme pemilihan para anggota badan itu, mendadak suasana aneh tercipta di ruang tersebut. Hening dan sangat kudus. Para anggota Dewan ulama' pakar tiba-tiba bercerita tentang sinar ilham yang menyeruak ke dalam kalbu mereka. Tangan Tuhan memang tengah bertindak. Tiba-tiba, nama Sayyid Ali secara serantak diumumkan oleh para anggota Dewan ulama' pakar sebagai calon utama pemimpin tunggal pengganti Imam. Para anggota dewan tidak lagi berbicara masalah pembentukan badan kepimpinan kerana kepimpinan tunggal akan mereka bentuk dengan Sayyid Ali sebagai calon tungggal. Cadangan pembentukan Badan Kepimpinan dengan sendirinya ditolak oleh majoriti anggota Dewan ulama' pakar, kecuali oleh Sayyid Ali sendiri.

Pimpinan sidang saat itu langsung menawarkan undi kepada anggota sidang untuk mengambil suara antara memilih atau menolak Sayyid Ali sebagai pemimpin tunggal. Seluruh anggota Dewan menyetujui usulan pimpinan sidang. Idea yang dicadangkan begitu saja itu dirasakan oleh para anggota Dewan sebagai sebuah jalan keluar dari kebuntuan yang mereka rasakan selama ini. Terasa ada harapan yang manyala-nyala akan masa depan revolusi yang cemerlang saat nama Sayyid Ali disebutkan.

Sebagaimana yang dikutip oleh Surat Kabar Jumhuriye Islami 1989, Syeikh Hashemi Rafsanjani mengatakan bahwa dia yang tadinya ikut mengusulkan idea pembentukan badan kepimpinan, tiba-tiba diingatkan kepada sosok kepimpinan ideal yang dimiliki oleh Sayyid Ali. Dalam benaknya, berapa banyak pujian dan kata-kata Imam Khomeini kepada Sayyid Ali. Ia langsung mampu menggambarkan situasi kebanggaan Imam atas muridnya itu. Syeikh Rafsanjani bahkan langsung mengingat peristiwa saat ia mengajukan kekhuatirannya atas situasi 'vacum of power' yang sangat mungkin terjadi seandainya 'putra mahkota', Ayatullah al-Uzma Syeikh Montazeri, telah dipecat dari jabatannya oleh Imam. Saat itu, Imam tersenyum dan berkata, “Itu tidak akan mungkin terjadi karena kalian sebenarnya punya pemimpin”.

Kemudian, kata Syeikh Rafsanjani, Imam menunjuk Sayyid Ali sambil berkata, “Inilah Khamenei, pemimpin kalian”. Saat kertas undi dibacakan, hasilnya menunjukkan bahwa dari 72 anggota Dewan, 71 menyetujui, dan satu suara berkecuali. Aneh dan sangat sulit untuk boleh dijangkakan sebelumnya. Dengan spontan, Sayyid Ali maju ke depan dan berbicara di atas minbar sidang. Ia saat itu mengajukan penolakan atas hasil undi. Di bawah sorotan tatapan penuh harap para anggota Dewan ulama' pakar, Sayyid Ali mengemukakan keberatannya atas pilihan anggota Dewan yang menurutnya keliru itu.

Semaklah kata-kata Sayyid Ali Khamenei tentang situasi hari itu.
“Sejak dulu saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan diminta mengemban amanat yang sangat berat ini. Saya selalu mengatakan kepada siapapun bahwa saya bukan orang yang tepat untuk mengemban amanat sebagai ketua negara. Jangankan menjadi pemimpin ummat Islam, menjadi presiden ataupun jabatan yang ada di bawahnya pun bukanlah kelayakan saya. Saat saya akan mengakhiri jabatan presiden penggal kedua yang akan berakhir beberapa bulan lagi, saya mengatakan kepada Imam bahwa secara perlembagaan, saya tidak mungkin lagi menjadi presiden. Saya meminta kepada Imam untuk memberikan tugas di bidang budaya kepada saya karena saya meyakini bahwa kemampuan saya hanya di bidang ini. Itulah yang membuat saya menolak habis-habisan hasil pemungutan suara Dewan ulama' pakar pada 4 jun tahun 1989 itu. Banyak yang menyaksikan jalannya sidang pada hari itu, dan mereka melihat betapa saya tidak main-main saat menolak keputusan Dewa ulama' pakar itu. Yang akhinya membuat saya menyerah untuk menerima tugas ini adalah pernyataan tulus yang dikemukakan oleh sahabat-sahabat saya di sidang itu saat menjawab penentangan saya. Saya sangat mengenal mereka sebagai orang-orang yang tulus dan jujur. Saya menyaksikan pengabdian luar biasa mereka kepada Islam dan revolusi. Selama ini, mereka tidak pernah saya dengar berkata buruk. Kerananya, ketika mereka berulang-ulang menegaskan keputusan bulat mereka, akhirnya saya menyerah.”

Ketika hasil pemilihan Dewan Ahli ini diumumkan, rakyat Iran menyambutnya dengan hairan bercampur gembira. Mereka hairan dengan diri sendiri, mengapa Sayyid Ali Khamenei, dengan segala kemampuan yang telah teruji, tidak pernah mereka bayangkan sebagai pemimpin tertinggi mereka menggantikan almarhum Imam Khomeini? Mungkin semua itu disebabkan oleh kerendahan hati Sayyid Ali Khamenei selama ini. Tidak akan boleh ditemukan seorang pun di Iran yang pernah mendengar Sayyid Ali menyebut-nyebut kelebihan dirinya.
Dari sisi lain, mereka sangat bergembira karena Allah telah membimbing anggota Dewan ulama' pakar hingga tidak memilih siapapun sebagai pemimpin Islam selain Sayyid Ali Khamenei. Gema takbir berkumandang di seluruh penjuru Iran. Orang-orang juga turun ke jalan untuk menyatakan dukungan tersebut.

“Dast-e khuda bar sar-e ma. Khamenei rahbar-e ma”. (Tangan Tuhan di atas kepala kami Khamenei pemimpin kami).
Demikianlah ungkapan-ungkapan sumpah setia diteriakkkan rakyat Iran. Matahari Sayyid Ruhullah al-Musawi al-Khomeini telah menjalankan tugasnya yang mulia. Ia telah tenggelam di ufuk barat. Kini di ufuk timur, sinar merah mentari baru bernama Sayyid Ali Khamenei menyinari jagat raya semesta, menyongsong episod baru revolusi Islam Iran.

"Ya Allah, jagalah revolusi Islam pimpinan Khomeini ini hingga bangkitnya revolusi Imam Mahdi nanti. Khamenei adalah pemimpin tercinta kami. Lindungilah beliau. Berikan pertolongan dan kemenangan kepada para pejuang Islam di manapun mereka berada. Amin, Ya Rabbal ‘alamin."

Thursday, October 23, 2008

BIOGRAFI PEMIMPIN ISLAM SAYYID ALI KHAMENA'I -SIRI2-

Gelora Revolusi

Tahun 1962 adalah titik permulaan sebuah gerakan besar yang bukan hanya mengguncang Iran, melainkan juga mengguncang dunia. Menurut Rahimpour, cendekiawan muda Iran, revolusi yang meledak di Iran adalah sebuah bentuk pembetulan atas kebangkitan renaissance Barat di abad pertengahan yang saat itu menentukan arah perjalanan peradaban ummat manusia. Menurut Rahimpour, segala sendi-sendi renaissance Barat seperti cara kehidupan politik yang demokrasi ala Barat (Liberal), dibetulkan secara bijaksana oleh gerakan yang dipimpin kaum agamawan yang dipimpin oleh Imam Khomeini. Karenanya, meminjam terminologi Barat, renaissance Barat dan kelompok pendukungnya saat ini boleh disebut sebagai kaum konservatif, yang tentu saja, akan berjuang sekeras mungkin untuk mempertahankan apa yang telah mereka peroleh. Sedangkan gerakan revolusi Islam Iran, karena memang memberikan pembetulan secara prktikal langsung, dan penentangan terhadap sendi-sendi renaissance Barat, maka gerakan ini boleh disebut reformasi atas budaya yang ada.

Revolusi Islam yang memiliki keistimewaan yang sangat khas dan sangat tidak boleh dibandingkan dengan revolusi apapun di dunia ini secara perlahan namun pasti mulai menciptakan rentak perjuangan yang makin meningkat. Semua itu bermuara di kota suci Qom, Iran. Sayyid Ali dari muda saat itu juga berada di kota itu. Bakat dan minatnya yang besar dalam perjuangan menegakkan kepentingan agama membuatnya semakin mendapatkan perhatian dari para pemimpin gerakan revolusi, termasuk Imam Khomeini. Pada tahun 1963, Sayyid Ali bahkan mendapatkan kepercayaan yang sangat besar dari Imam Khomeini untuk menyampaikan pesan penting kepada para ulama dan kelompok revolusioner lainnya di Kota Masyhad. Saat itu, Masyhad, sebagai sebuah kota suci (pusara suci Imam Ali bin Musa Ar-Ridha, imam kelapan dalam madzhab Syi’ah Imamiyyah, berada di kota itu), Masyhad menjelma menjadi pusat kedua gerakan revolusi. Karenanya, penyampaian pesan revolusi haruslah diemban oleh orang yang betul-betul dipercayai. Sayyid Ali yang saat itu baru berusia 24 tahun telah mendapatkan kepercayaan yang sangat besar itu.

Tentu saja yang dimaksud dengan pembawa pesan di sini tidaklah seperti penyampai biasa yang hanya bertugas menyampaikan surat. Sayyid Ali secara cerdas bahkan menjadi pemidato yang mampu menjelaskan segala hal yang termuat dalam pesan Imam Khomeini kepada kelompok revolusioner di kota Masyhad. Di beberapa tempat di Masyhad, bahkan di kota-kota antara Masyhad dan Qom yang berjarak lebih dari 1.000 kilometer itu, Sayyid Ali menyampaikan pidato-pidato revolusinya dengan gaya dan bahasa yang sangat mengesankan. Tugas mulia menjadi wakil dari pesan-pesan revolusi Imam Khomeini ini terus diemban oleh Sayyid Ali di kota-kota lainnya di Iran.

Esoknya, tanggal 22 Mac, bertepatan dengan peringatan hari syahadah Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s., Rejim Syah semakin mengkhawatirkan gerakan-gerakan Imam. Mereka takut acara peringatan tersebut boleh berubah menjadi gerakan politik lagi. Inilah awal mula tindakan secara fizikal Rejim Syah. Awalnya mereka mengepung rumah Imam. Akan tetapi, karena mengkhawatirkan adanya tindakan balasan, mereka mendatangi Madrasah Faizhiah Qom. Di sana, tentera keamanan Syah membubarkan acara peringatan yang sedang berlangsung. Sejumlah talabeh muda (pelajar agama) yang cuba menghalangi tindakan para petugas keamanan, diseret dan di bawa ke atap madrasah. Dari ketinggian atap bangunan, mereka dijatuhkan ke bawah. Melihat kejadian ini, Sayyid Ali dan rakan-rakan seperjuangannya mendatangi rumah Imam. Rasa khawatir mereka mendadak hilang setelah mendengar kata-kata Imam yang tetap tenang dan berkarisma.
Perjuangan kemuncak

Pada bulan Muharram tahun 1383 Hijriah (bulan Juni tahun 1963), terjadi gerakan besar yang dilakukan oleh Imam Khomeini dengan cara kembali mengumumkan hari duka nasional. Ummat Syiah memang memiliki tradisi sejarah berupa peringatan duka atas gugurnya Imam Husein dan keluarga Rasulullah lainnya di Karbala yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Pada tahun 1963, momentum itu dimanfaatkan oleh Imam Khomeini untuk mengingatkan rakyat Iran tentang hakikat perjuangan Imam Husein a.s. hingga gugur syahid secara terhormat di tanah Karbala. Pesan itu disampaikan oleh Imam Khomeini kepada sejumlah orang kepercayaannya dengan cara mengutus mereka ke sejumlah tempat penting Iran. Sayyid Ali juga mendapatkan kehormatan untuk mengemban tugas penting ini. Ia diutus ke kota Birjand, sebuah kawasan di sekitar kota Masyhad yang saat itu, berdasarkan pengakuan Asadullah Alam, Perdana Menteri Iran, termasuk di antara pusat pengawasan ketat pihak keselamatan Iran.

Sayyid Ali sudah mulai menyampaikan ceramahnya sejak 3 Muharram. Ceramah-ceramah Sayyid Ali selalu dipenuhi oleh hadirin. Saat inilah kemampuan berpidato makin terlihat. Memasuki hari ketujuh, Sayyid Ali mulai membuka kesedaran politik-agama hadirin dengan mengupas peristiwa berdarah di Madrasah Faizhiah tanggal 22 Mac.

Pidato bergelora Sayyid Ali dilanjutkan pada keesokan harinya. Puncak gelora pidato Sayyid Ali berlangsung pada 9 Muharram (Hari Tasu’a). Pidato inilah yang membuat pihak keamanan menjadi sangat mengkhawatirkan hasil yang ditimbulkan oleh pidato tersebut hingga tanpa menghiraukan akibatnya, Sayyid Ali ditangkap dengan tuduhan melakukan tindakan menghasut rakyat dan memprovokasi mereka. Untuk pertama kalinya, pihak keselamatan Iran berani melakukan penangkapan terhadap seorang penceramah agama di hari peringatan duka, iaitu hari 9 dan 10 Muharram. Sayyid Ali ditahan oleh Badan Intelegent Kerajaan Iran (SAVAK) dan disiksa teruk selama dua hari. Penahanan ini sama sekali tidak membuat gentar Sayyid Ali. Ia sama sekali tidak kehilangan semangat apatah lagi menyerah kalah, meskipun beliau ditahan oleh badan yang paling ditakuti oleh rakyat Iran saat itu dan diancam dengan pelbagai siksaan. Setelah isu kontroversi penahanan Sayyid Ali tersebut, warga Birjand dan Kota Masyhad sendiri malah makin bersemangat untuk bangkit melawan Syah. Peringatan Asyura tahun 1963 di Masyhad kemudian tercatat sebagai yang paling bergelora di seluruh Iran setelah Tehran. Setelah dibebaskan dari tahanan oleh SAVAK, Sayyid Ali tanpa merasa lemah kembali melanjutkan aktiviti perjuangan sucinya.

Para pengikut setia Imam, termasuk Sayyid Ali, adalah di antara tulang belakang perjuangan yang terus mengobarkan revolusi di dalam nrgara hingga meraih kemenangannya yang penuh keberkahan pada 11 Februari 1979. Setelah revolusi mencapai kemenangannya, Sayyid Ali juga diberi kepercayaan untuk mengemban sejumlah amanah yang sangat besar, di antaranya menjadi Khatib Salat Jumaat Tehran dan menjadi Presiden Republik Islam Iran. bersambung...

Wednesday, October 15, 2008

BIOGRAFI PEMIMPIN ISLAM SAYYID ALI KHAMENA'I -SIRI 1-

Kenalkah anda Siapakah Beliau ?

“Selama bertahun-tahun lamanya, saya telah mengenal Anda. Hubungan di antara kita bahkan sudah terjalin, jauh sebelum meletusnya revolusi. Hingga kini, saya mengenal Anda sebagai salah satu tulang belakang revolusi Islam Iran. Anda juga saya kenal sebagai seorang yang sangat faham masalah-masalah hukum Islam, dan Anda sangat taat dengan hukum-hukum tersebut. Terkait dengan penegakkan sistem pemerintahan Islami yang berlandaskan konsep Wilayatul Faqih, Anda terbukti telah berani mengorbankan apapun, termasuk nyawa, demi tegaknya sistem pemerintahan suci ini. Anda di antara orang-orang yang setia kepada revolusi dan agama, Anda bagaikan mentari yang memberikan cahaya kepada sekelilingnya". (Kesaksian Imam Khomeini tentang Sayyid Ali Khamenei)

Sebuah Keluarga Sederhana

28 Shafar 1382 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 18 April 1939, keluarga miskin dan sederhana dari keturunan Rasulullah s.a.w.w yang bersambung pertalian darahnya dengan Sayyidus Syuhada' al-Imam Husain a.s iaitu keluarga Hujjatul Islam wal muslimin Sayyid Jawad al-Husaini telah melahirkan putera kedua yang diberi nama Sayyid Ali. Tak ada tanda-tanda berarti yang menunjukkan bahwa bayi tampan yang dilahirkan dari keluarga yang taat pada agama itu akan menjadi salah satu tonggak revolusi Islam di Iran. Sayyid Jawad, sang ayah, saat itu tidak mengira bahwa sang putera yang dilahirkan di kawasan Khamene, sebuah kota kecil sekitar Masyhad, Iran Timur itu, kelak akan disebut oleh al-marhum Ayatullah Talegani, imam Jumaat pertama setelah revolusi, sebagai pemimpin masa depan Republik Islam Iran dan dunia Islam.
Padahal, Sayyid Ali yang menjalani masa-masa pertumbuhan dimasa kanak-kanaknya dengan kehidupan yang sangat sederhana tersebut, kini adalah pemimpin tertinggi di Iran bahkan kaum muslimin. Beliau kini dikenal dengan sebutan Ayatullah Al-‘Udhma Sayyid Ali Khamenei. Beliau bahkan seorang wali faqih yang berdasarkan aqidah kepercayaan para pengikut Ahlul Bait, ia adalah wakil dari Imam Zaman a.s yang saat ini sedang dalam masa ghaibah (menghilang dari pandangan zahir).

Ke manapun beliau mengunjungi tempat di Iran, ribuan bahkan terkadang sampai jutaan rakyat mengalu-alukannya. Orang-orang secara histeria menyebut beliau dengan kata-kata “Khamanei Khomeini-ye digar ast!” (Khamenei adalah penjelmaan dari Imam Khomeini). Setiap beliau menyelesaikan pidato yang berisikan seruan kepada rakyat Iran untuk melakukan sesuatu menghadapi serangan kekuatan-kekuatan besar dunia, orang-orang itu akan berteriak “Ma hame sarbaz-e tu im Khamenei! Gush be farman-e tu im Khamanenei” (Kami semua adalah prajuritmu wahai Khamenei! Telinga kami selalu siap mendengarkan titahmu wahai Khamanei!).

Sayyid Ali Khamanei memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin yang tumbuh dari bawah. Datuknya, Sayyid Husein, memang seorang ulama pejuang yang bahkan sempat menjadi utusan daerah Tabriz pada Majelis Nasional Iran, sebuah jabatan yang kemudian dipergunakan Sayyid Husein untuk melawan rejim zalim Pahlevi dan kemudian berakhir dengan gugurnya beliau di tangan kuncu-kuncu Reza Khan. Akan tetapi, semua itu tidaklah cukup untuk menjadikan Sayyid Ali remaja sebagai orang yang dikenal sebagai keturunan pejuang. Sayyid Ali tetaplah menjadi sosok sederhana dan tawadhu' yang menapaki jinjang kepemimpinannya lewat perjuangannya sendiri.

Masa Kanak-Kanak

Masa kanak-kanak Sayyid Ali dilalui dengan belajar Al-Quran dari ayahandanya sendiri. Pada usia tujuh tahun, sebagaimana anak-anak seusianya, Sayyid Ali memasuki pendidikan di sekolah rendah. Selesai menamatkan pendidikan rendah, Sayyid Ali melanjutkan pendidikan di sekolah menengah. Pada saat yang sama, Sayyid Ali juga mulai memasuki dunia hauzah, yang dikenangnya sebagai masa paling mengesankan selama hidupnya. Pada tahun 2000 lalu, saat diwawancarai oleh para pelajar sekolah menengah di Teheran, dan saat ditanya tentang cita-cita beliau waktu kecil, Sayyid Ali menjawab bahwa beliau tidak begitu ingat, apa cita-citanya ketika masih kanak-kanak. Hanya saja, menurut beliau, yang paling mengesankan dari masa kanak-kanak dan remajanya adalah ketika ia memutuskan untuk belajar ilmu-ilmu keagamaan di hauzah ilmiah.

Hauzah seakan sudah dipersiapkan sebagai dunia masa depan Sayyid Ali. Ayahnya, dan terutama ibunya, selalu mengatakan kepada Sayyid Ali bahwa satu-satunya keinginan keduanya menyangkut masa depan Sayyid Ali adalah mengirimkannya ke hauzah ilmiah. Sayyid Ali sendiri memang sangat menyukai ilmu-ilmu keagamaan. Pengetahuan luas ayahnya di bidang ilmu-ilmu agama adalah salah satu penyebab kekaguman Sayyid Ali kepada ayahandanya.

Sejak awal memasuki dunia hauzah, Sayyid Ali remaja sudah mengenakan pakaian ruhani sebagai pakaian sehari-hari, yaitu gamis, qaba, aba’ah (jubah), dan serban hitam yang menandakan bahwa ia seorang sayyid (keturunan Rasulullah s.a.w.w). Mengenai pakaian ruhani yang sudah dipakainya sejak masih remaja itu, Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa pakaian ruhani tersebut baginya merupakan satu tanda bangkangan beliau dari awal lagi bahwa ia adalah penentang rejim zalim Syah. Reza Khan, ayah dari Reza Pahlevi yang memang sangat terkenal membenci jenis pakaian seperti itu. Tapi, justru karena itulah, Sayyid Jawad sudah menyuruh anaknya agar mengenakan pakaian ruhani ketika baru saja memasuki dunia hauzah, sebagai bentuk penentangan terhadap Syah.

Belajar di Hauzah dan Menjadi Kritikus Sastra

Di hauzah, hanya dalam tempo lima tahun, Sayyid Ali menunjukkan bakatnya yang luar biasa di bidang ilmu-ilmu agama. Pada usia 18 tahun, Sayyid Ali sudah diperbolehkan untuk mempelajari bahtsul kharij, sebuah tahap dalam disiplin ilmu-ilmu hauzah yang memungkinkan seorang talabeh (pelajar ilmu agama) untuk mempelajari ilmu-ilmu keagamaan tingkat tinggi. Sekolah kerajaan sendiri ditinggalkan Sayyid Ali setelah ia menamatkan pendidikan menengahnya. Akan tetapi, ia tetap mempelajari ilmu-ilmu umum secara bergilir. Sayyid Ali memang sangat gemar membaca. Segala bidang ilmu ia pelajari. Akan tetapi, yang paling disukainya adalah sejarah dan sastra. Di bidang sastra, Sayyid Ali saat muda sempat bergabung dengan sebuah kelab sastra. Di sana ia menjadi kreatif dengan karya-karya sastra dari para sastrawan kota Masyhad. Ia juga sempat menulis sejumlah syair yang dimuat di beberapa buletin sastra Masyhad. Saat menulis, ia menggunakan nama samaran: Amin. Sampai usia 20 tahun, Sayyid Ali belajar bahsul kharij pada Ayatullah Ashena’i di Masyhad. Selepas itu, ia melanjutkan pelajaran tingkat tingginya di kota Najaf, Irak, yang saat itu dikenal sebagai salah satu pusat belajar ilmu-ilmu keislaman dunia.

Pada tahun 1959, Sayyid Ali kembal ke Iran, dan melanjutkan belajar di Qom Al-Muqaddasah. Di sinilah ia berkenalan dengan guru yang kemudian menjadi mentor politiknya: Imam Khomeini. Selain belajar kepada Imam Khomeini, Sayyid Ali saat muda juga belajar pada sejumlah ulama besar waktu itu seperti Ayatullah Ha’iri dan Ayatullah Boroujerdi. Sayyid Ali yang sejak masa remaja sudah terasah bakat-bakat keilmuannya di hauzah ilmiah Masyhad dan Najaf, menjadi semakin cemerlang lewat bimbingan yang cerdas dari para ulama besar. Dari Imam Khomeini, Sayyid Ali juga menyerap secara sempurna semangat kebangkitan dan perjuangan melawan kezaliman.

Bersambung...