Monday, October 27, 2008

BIOGRAFI PEMIMPIN ISLAM SAYYID ALI KHAMENA'I -SIRI3-

Tenggelam dan Terbitnya Mentari

Pagi hari itu, sejak azan subuh dikumandangkan, radio-radio secara serentak memperdengarkan bacaan Al-Quran. Pukul 10 malam semalam, Imam memang telah mengembuskan nafasnya yang paling akhir untuk bertemu dengan kekasihnya Allah,. Pagi hari itu juga, Majlis Khubregan (Dewan ulama' pakar kepimpinan) Iran mengadakan sidang darurat dengan satu agenda: mendengarkan pembacaan surat wasiat Imam. Sebelum wafat, Imam telah menulis sebuah surat wasiat. Menurut beliau, hanya dua orang yang berhak untuk membacakan suratnya itu. Pertama, putra tercintanya, Sayyid Ahmad Khomeini dan yang kedua, Sayyid Ali Khamenei yang saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Islam Iran. Sayyid Ahmad kemudian meminta dengan sangat agar Sayyid Ali yang membacakan surat wasiat itu. Sayyid Ali pun dengan berat hati menyanggupi permintaan itu. Pembacaan surat wasiat itu kemudian tercatat sebagai kandungan yang sangat memilukan. Berkali-kali Sayyid Ali menghentikan pembacaan surat tersebut karena harus mengesat air mata yang dengan deras mengalir tidak terbendung. Air mata duka dan kehilangan yang sangat dalam.

Setelah itu, sesuai dengan amanat perlembagaan, Majlis Khubregan (Dewan ulama' pakar kepimpinan) bersidang untuk menunjuk pemimpin baru revolusi Islam. Meskipun masih diliputi suasana duka, anggota Majlis yang berjumlah 72 ulama' kesemuanya itu tetap menghadiri sidang. Dalam suasana tertekan akibat rasa kehilangan, mereka harus segera memutuskan siapa yang menjadi pemimpin tertinggi menggantikan Imam Khomeini. Kepribadian Imam yang sangat besar telah membuat semua pihak, termasuk kalangan pihak dalaman Iran, meragukan kemampuan Dewan ulama' pakar dalam menunjuk pemimpin baru yang paling tidak, mendekati kebolehan Imam Khomeini.

Dengan kekhuatiran yang sangat mendalam, sejumlah media dalam negara termasuk pro revolusi juga menjangkakan krisis besar yang akan timbul setelah wafatnya Imam Khomeini. Surat Kabar Pasdaran merakamkan:
“Dengan wafatnya Imam, sebuah jurang yang sangat lebar akan tercipta pada sistem politik Iran dan dunia. Berbagai laporan dari media massa menunjukkan bahwa jurang itu tidak akan mungkin teratasi dengan cara apapun”.

Sementara itu kalangan media massa luar negara juga berpendapat yang sama. Tentu saja, pendapat kalangan luar itu disertai dengan rasa gembira, karena jika Iran huru-hara, maka gerakan kebangkitan Islam akan ikut runtuh.

Hampir semua pihak saat itu, jika ditanya mengenai pengganti Imam sebagai pemimpin Islam, akan menggelengkan kepalanya. Situasi yang sama mencengkam sidang Dewan ulama' pakar yang harus segera memutuskan pengganti Imam saat itu. Sayyid Ali ketika itu baru berusia 50 tahun termasuk di antara anggota Dewan ulama' pakar bersama Syeikh Hashemi Rafsanjani, sahabat dekatnya, Sayyid Ali mengelurkan idea pembentukan badan kepimpinan (kepemimpinan kolektif) untuk menggantikan kepemimpinan tunggal Imam Khomeini. Sistem ini memang termaktub dalam perlembagaan Iran, bahwa jika pemimpin tunggal tidak memungkinkan untuk terpilih, maka Dewan ulama' pakar diperbolehkan untuk membentuk dan memilih para anggota badan kepemimpinan (syura kepimpinan).

Kondisi yang ada sepertinya memang akan menggiring Dewan ulama' pakar untuk menyetujui saran dari Syeikh Rafsanjani dan Sayyid Ali tersebut. Di awal sidang, tanpa didahului oleh cadangan apapun, tercipta pembentukan badan kepimpinan. Para anggota Dewan ulama' pakar juga dipastikan sepakat memasukkan nama Sayyid Ali sebagai salah satu anggota badan itu. Ketika sidang mulai membahas mekanisme pemilihan para anggota badan itu, mendadak suasana aneh tercipta di ruang tersebut. Hening dan sangat kudus. Para anggota Dewan ulama' pakar tiba-tiba bercerita tentang sinar ilham yang menyeruak ke dalam kalbu mereka. Tangan Tuhan memang tengah bertindak. Tiba-tiba, nama Sayyid Ali secara serantak diumumkan oleh para anggota Dewan ulama' pakar sebagai calon utama pemimpin tunggal pengganti Imam. Para anggota dewan tidak lagi berbicara masalah pembentukan badan kepimpinan kerana kepimpinan tunggal akan mereka bentuk dengan Sayyid Ali sebagai calon tungggal. Cadangan pembentukan Badan Kepimpinan dengan sendirinya ditolak oleh majoriti anggota Dewan ulama' pakar, kecuali oleh Sayyid Ali sendiri.

Pimpinan sidang saat itu langsung menawarkan undi kepada anggota sidang untuk mengambil suara antara memilih atau menolak Sayyid Ali sebagai pemimpin tunggal. Seluruh anggota Dewan menyetujui usulan pimpinan sidang. Idea yang dicadangkan begitu saja itu dirasakan oleh para anggota Dewan sebagai sebuah jalan keluar dari kebuntuan yang mereka rasakan selama ini. Terasa ada harapan yang manyala-nyala akan masa depan revolusi yang cemerlang saat nama Sayyid Ali disebutkan.

Sebagaimana yang dikutip oleh Surat Kabar Jumhuriye Islami 1989, Syeikh Hashemi Rafsanjani mengatakan bahwa dia yang tadinya ikut mengusulkan idea pembentukan badan kepimpinan, tiba-tiba diingatkan kepada sosok kepimpinan ideal yang dimiliki oleh Sayyid Ali. Dalam benaknya, berapa banyak pujian dan kata-kata Imam Khomeini kepada Sayyid Ali. Ia langsung mampu menggambarkan situasi kebanggaan Imam atas muridnya itu. Syeikh Rafsanjani bahkan langsung mengingat peristiwa saat ia mengajukan kekhuatirannya atas situasi 'vacum of power' yang sangat mungkin terjadi seandainya 'putra mahkota', Ayatullah al-Uzma Syeikh Montazeri, telah dipecat dari jabatannya oleh Imam. Saat itu, Imam tersenyum dan berkata, “Itu tidak akan mungkin terjadi karena kalian sebenarnya punya pemimpin”.

Kemudian, kata Syeikh Rafsanjani, Imam menunjuk Sayyid Ali sambil berkata, “Inilah Khamenei, pemimpin kalian”. Saat kertas undi dibacakan, hasilnya menunjukkan bahwa dari 72 anggota Dewan, 71 menyetujui, dan satu suara berkecuali. Aneh dan sangat sulit untuk boleh dijangkakan sebelumnya. Dengan spontan, Sayyid Ali maju ke depan dan berbicara di atas minbar sidang. Ia saat itu mengajukan penolakan atas hasil undi. Di bawah sorotan tatapan penuh harap para anggota Dewan ulama' pakar, Sayyid Ali mengemukakan keberatannya atas pilihan anggota Dewan yang menurutnya keliru itu.

Semaklah kata-kata Sayyid Ali Khamenei tentang situasi hari itu.
“Sejak dulu saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan diminta mengemban amanat yang sangat berat ini. Saya selalu mengatakan kepada siapapun bahwa saya bukan orang yang tepat untuk mengemban amanat sebagai ketua negara. Jangankan menjadi pemimpin ummat Islam, menjadi presiden ataupun jabatan yang ada di bawahnya pun bukanlah kelayakan saya. Saat saya akan mengakhiri jabatan presiden penggal kedua yang akan berakhir beberapa bulan lagi, saya mengatakan kepada Imam bahwa secara perlembagaan, saya tidak mungkin lagi menjadi presiden. Saya meminta kepada Imam untuk memberikan tugas di bidang budaya kepada saya karena saya meyakini bahwa kemampuan saya hanya di bidang ini. Itulah yang membuat saya menolak habis-habisan hasil pemungutan suara Dewan ulama' pakar pada 4 jun tahun 1989 itu. Banyak yang menyaksikan jalannya sidang pada hari itu, dan mereka melihat betapa saya tidak main-main saat menolak keputusan Dewa ulama' pakar itu. Yang akhinya membuat saya menyerah untuk menerima tugas ini adalah pernyataan tulus yang dikemukakan oleh sahabat-sahabat saya di sidang itu saat menjawab penentangan saya. Saya sangat mengenal mereka sebagai orang-orang yang tulus dan jujur. Saya menyaksikan pengabdian luar biasa mereka kepada Islam dan revolusi. Selama ini, mereka tidak pernah saya dengar berkata buruk. Kerananya, ketika mereka berulang-ulang menegaskan keputusan bulat mereka, akhirnya saya menyerah.”

Ketika hasil pemilihan Dewan Ahli ini diumumkan, rakyat Iran menyambutnya dengan hairan bercampur gembira. Mereka hairan dengan diri sendiri, mengapa Sayyid Ali Khamenei, dengan segala kemampuan yang telah teruji, tidak pernah mereka bayangkan sebagai pemimpin tertinggi mereka menggantikan almarhum Imam Khomeini? Mungkin semua itu disebabkan oleh kerendahan hati Sayyid Ali Khamenei selama ini. Tidak akan boleh ditemukan seorang pun di Iran yang pernah mendengar Sayyid Ali menyebut-nyebut kelebihan dirinya.
Dari sisi lain, mereka sangat bergembira karena Allah telah membimbing anggota Dewan ulama' pakar hingga tidak memilih siapapun sebagai pemimpin Islam selain Sayyid Ali Khamenei. Gema takbir berkumandang di seluruh penjuru Iran. Orang-orang juga turun ke jalan untuk menyatakan dukungan tersebut.

“Dast-e khuda bar sar-e ma. Khamenei rahbar-e ma”. (Tangan Tuhan di atas kepala kami Khamenei pemimpin kami).
Demikianlah ungkapan-ungkapan sumpah setia diteriakkkan rakyat Iran. Matahari Sayyid Ruhullah al-Musawi al-Khomeini telah menjalankan tugasnya yang mulia. Ia telah tenggelam di ufuk barat. Kini di ufuk timur, sinar merah mentari baru bernama Sayyid Ali Khamenei menyinari jagat raya semesta, menyongsong episod baru revolusi Islam Iran.

"Ya Allah, jagalah revolusi Islam pimpinan Khomeini ini hingga bangkitnya revolusi Imam Mahdi nanti. Khamenei adalah pemimpin tercinta kami. Lindungilah beliau. Berikan pertolongan dan kemenangan kepada para pejuang Islam di manapun mereka berada. Amin, Ya Rabbal ‘alamin."

No comments: