Thursday, October 23, 2008

BIOGRAFI PEMIMPIN ISLAM SAYYID ALI KHAMENA'I -SIRI2-

Gelora Revolusi

Tahun 1962 adalah titik permulaan sebuah gerakan besar yang bukan hanya mengguncang Iran, melainkan juga mengguncang dunia. Menurut Rahimpour, cendekiawan muda Iran, revolusi yang meledak di Iran adalah sebuah bentuk pembetulan atas kebangkitan renaissance Barat di abad pertengahan yang saat itu menentukan arah perjalanan peradaban ummat manusia. Menurut Rahimpour, segala sendi-sendi renaissance Barat seperti cara kehidupan politik yang demokrasi ala Barat (Liberal), dibetulkan secara bijaksana oleh gerakan yang dipimpin kaum agamawan yang dipimpin oleh Imam Khomeini. Karenanya, meminjam terminologi Barat, renaissance Barat dan kelompok pendukungnya saat ini boleh disebut sebagai kaum konservatif, yang tentu saja, akan berjuang sekeras mungkin untuk mempertahankan apa yang telah mereka peroleh. Sedangkan gerakan revolusi Islam Iran, karena memang memberikan pembetulan secara prktikal langsung, dan penentangan terhadap sendi-sendi renaissance Barat, maka gerakan ini boleh disebut reformasi atas budaya yang ada.

Revolusi Islam yang memiliki keistimewaan yang sangat khas dan sangat tidak boleh dibandingkan dengan revolusi apapun di dunia ini secara perlahan namun pasti mulai menciptakan rentak perjuangan yang makin meningkat. Semua itu bermuara di kota suci Qom, Iran. Sayyid Ali dari muda saat itu juga berada di kota itu. Bakat dan minatnya yang besar dalam perjuangan menegakkan kepentingan agama membuatnya semakin mendapatkan perhatian dari para pemimpin gerakan revolusi, termasuk Imam Khomeini. Pada tahun 1963, Sayyid Ali bahkan mendapatkan kepercayaan yang sangat besar dari Imam Khomeini untuk menyampaikan pesan penting kepada para ulama dan kelompok revolusioner lainnya di Kota Masyhad. Saat itu, Masyhad, sebagai sebuah kota suci (pusara suci Imam Ali bin Musa Ar-Ridha, imam kelapan dalam madzhab Syi’ah Imamiyyah, berada di kota itu), Masyhad menjelma menjadi pusat kedua gerakan revolusi. Karenanya, penyampaian pesan revolusi haruslah diemban oleh orang yang betul-betul dipercayai. Sayyid Ali yang saat itu baru berusia 24 tahun telah mendapatkan kepercayaan yang sangat besar itu.

Tentu saja yang dimaksud dengan pembawa pesan di sini tidaklah seperti penyampai biasa yang hanya bertugas menyampaikan surat. Sayyid Ali secara cerdas bahkan menjadi pemidato yang mampu menjelaskan segala hal yang termuat dalam pesan Imam Khomeini kepada kelompok revolusioner di kota Masyhad. Di beberapa tempat di Masyhad, bahkan di kota-kota antara Masyhad dan Qom yang berjarak lebih dari 1.000 kilometer itu, Sayyid Ali menyampaikan pidato-pidato revolusinya dengan gaya dan bahasa yang sangat mengesankan. Tugas mulia menjadi wakil dari pesan-pesan revolusi Imam Khomeini ini terus diemban oleh Sayyid Ali di kota-kota lainnya di Iran.

Esoknya, tanggal 22 Mac, bertepatan dengan peringatan hari syahadah Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s., Rejim Syah semakin mengkhawatirkan gerakan-gerakan Imam. Mereka takut acara peringatan tersebut boleh berubah menjadi gerakan politik lagi. Inilah awal mula tindakan secara fizikal Rejim Syah. Awalnya mereka mengepung rumah Imam. Akan tetapi, karena mengkhawatirkan adanya tindakan balasan, mereka mendatangi Madrasah Faizhiah Qom. Di sana, tentera keamanan Syah membubarkan acara peringatan yang sedang berlangsung. Sejumlah talabeh muda (pelajar agama) yang cuba menghalangi tindakan para petugas keamanan, diseret dan di bawa ke atap madrasah. Dari ketinggian atap bangunan, mereka dijatuhkan ke bawah. Melihat kejadian ini, Sayyid Ali dan rakan-rakan seperjuangannya mendatangi rumah Imam. Rasa khawatir mereka mendadak hilang setelah mendengar kata-kata Imam yang tetap tenang dan berkarisma.
Perjuangan kemuncak

Pada bulan Muharram tahun 1383 Hijriah (bulan Juni tahun 1963), terjadi gerakan besar yang dilakukan oleh Imam Khomeini dengan cara kembali mengumumkan hari duka nasional. Ummat Syiah memang memiliki tradisi sejarah berupa peringatan duka atas gugurnya Imam Husein dan keluarga Rasulullah lainnya di Karbala yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Pada tahun 1963, momentum itu dimanfaatkan oleh Imam Khomeini untuk mengingatkan rakyat Iran tentang hakikat perjuangan Imam Husein a.s. hingga gugur syahid secara terhormat di tanah Karbala. Pesan itu disampaikan oleh Imam Khomeini kepada sejumlah orang kepercayaannya dengan cara mengutus mereka ke sejumlah tempat penting Iran. Sayyid Ali juga mendapatkan kehormatan untuk mengemban tugas penting ini. Ia diutus ke kota Birjand, sebuah kawasan di sekitar kota Masyhad yang saat itu, berdasarkan pengakuan Asadullah Alam, Perdana Menteri Iran, termasuk di antara pusat pengawasan ketat pihak keselamatan Iran.

Sayyid Ali sudah mulai menyampaikan ceramahnya sejak 3 Muharram. Ceramah-ceramah Sayyid Ali selalu dipenuhi oleh hadirin. Saat inilah kemampuan berpidato makin terlihat. Memasuki hari ketujuh, Sayyid Ali mulai membuka kesedaran politik-agama hadirin dengan mengupas peristiwa berdarah di Madrasah Faizhiah tanggal 22 Mac.

Pidato bergelora Sayyid Ali dilanjutkan pada keesokan harinya. Puncak gelora pidato Sayyid Ali berlangsung pada 9 Muharram (Hari Tasu’a). Pidato inilah yang membuat pihak keamanan menjadi sangat mengkhawatirkan hasil yang ditimbulkan oleh pidato tersebut hingga tanpa menghiraukan akibatnya, Sayyid Ali ditangkap dengan tuduhan melakukan tindakan menghasut rakyat dan memprovokasi mereka. Untuk pertama kalinya, pihak keselamatan Iran berani melakukan penangkapan terhadap seorang penceramah agama di hari peringatan duka, iaitu hari 9 dan 10 Muharram. Sayyid Ali ditahan oleh Badan Intelegent Kerajaan Iran (SAVAK) dan disiksa teruk selama dua hari. Penahanan ini sama sekali tidak membuat gentar Sayyid Ali. Ia sama sekali tidak kehilangan semangat apatah lagi menyerah kalah, meskipun beliau ditahan oleh badan yang paling ditakuti oleh rakyat Iran saat itu dan diancam dengan pelbagai siksaan. Setelah isu kontroversi penahanan Sayyid Ali tersebut, warga Birjand dan Kota Masyhad sendiri malah makin bersemangat untuk bangkit melawan Syah. Peringatan Asyura tahun 1963 di Masyhad kemudian tercatat sebagai yang paling bergelora di seluruh Iran setelah Tehran. Setelah dibebaskan dari tahanan oleh SAVAK, Sayyid Ali tanpa merasa lemah kembali melanjutkan aktiviti perjuangan sucinya.

Para pengikut setia Imam, termasuk Sayyid Ali, adalah di antara tulang belakang perjuangan yang terus mengobarkan revolusi di dalam nrgara hingga meraih kemenangannya yang penuh keberkahan pada 11 Februari 1979. Setelah revolusi mencapai kemenangannya, Sayyid Ali juga diberi kepercayaan untuk mengemban sejumlah amanah yang sangat besar, di antaranya menjadi Khatib Salat Jumaat Tehran dan menjadi Presiden Republik Islam Iran. bersambung...

No comments: