Saturday, December 27, 2008

WAWANCARA DENGAN SYEIKH MUHAMMAD ALI TASKHIRI

WAWANCARA DENGAN SYEIKH MUHAMMAD ALI TASKHIRI
SETIAUSAHA AGUNG MAJMA’ TAQRIB BAYNAL MAZAHIB
(ORGANISASI PENDEKATAN DI ANTARA MAZHAB-MAZHAB ISLAM DI REPUBLIK ISLAM IRAN)

Apa perbezaan antara wahdah, ittihad, ukhuwwah dan tauhidul kalimah ?


Saya tidak menemukan perbezaan antara istilah-istilah tersebut, wahdah adalah ittihad itu sendiri dan ukhuwwah adalah salah satu rukun dasar teori untuk terelasisasinya persatuan Islam. Jadi, persatuan Islam itu berdiri di atas dasar-dasar, antaranya kesamaan akidah dan pandangan dunia dan persaudaraan Islam yang berdiri di atas persaudaraan iman. Namun ada perbezaan antara penyatuan (tawhid) dan pendekatan (taqrib) kerana pendekatan itu adalah (merujuk pada usaha mendekatkan suatu pemikiran) di antara berbagai pemikiran yang berbeda-beda. Pemikiran itu tidak mungkin menjadi satu, disebabkan oleh perbedaan tingkat intelektual dan perbedaan persepsi. Maka, apa yang kita maksudkan dengan pendekatan antara pemikiran itu adalah meneroka titik-titik kesamaan dan meluaskannya agar dapat bekerja sama dalam menerapkan titik-titik yang sama tersebut. Adapun wahdah (persatuan) adalah (persatuan) di dalam sikap dan praktikal. Artinya, diharapkan agar umat ini memiliki sikap yang satu di saat berhadapan dengan tentangan besar yang datang dari luar dan sikap yang satu dalam hal menyelesaikan problem dalaman dalam menegakkan syariat dan nilai-nilai akhlak. Ringkasnya, dari satu sisi tidak ada beza antara wahdah dan ittihad. Keduanya berdiri di atas persaudaraan iman yang menjadi asas teori demi terselenggaranya persatuan Islam.

Lawan dari istilah-istilah tersebut kita mendapatkan istilah khilaf dan ikhtilaf Adakah perbezaan antara keduanya?


Mungkin saja kata khilaf ditafsirkan sebagai pertentangan pada prktikal. Adapun ikhtilaf ditafsirkan sebagai pertentangan teori dan pemikiran. Namun saya tidak melihat ada perbezaan serius di dalam pembahasan dua istilah tersebut. Perbezaan dan pertentangan di dalam pemikiran tidak ada salahnya dan tidak ada teks agama yang menolak adanya perbezaan dalam pemikiran. Sebagaimana saya tidak pernah menemukan teks agama yang menuntut adanya kesamaan pemikiran. Akan tetapi yang tercela dan dilarang oleh agama adalah pertentangan dan perbezaan di dalam garis perlaksanaan. Di saat Allah Swt berfirman, Wa’tashimu bihablillhi jami’an wala tafarraqu (berpegang teguhlah kalian pada tali Allah dan janganlah kalian berpecah belah) ingin menekankan adanya kesamaan sikap dalam praktikal dan amal dengan berpegang teguh pada tali Allah yang kukuh dan tetap iaitu jalan menuju Allah yang bebas dari kesalahan (ma’shum) yang tidak ada perselisihan padanya.

Apakah persatuan menuntut adanya keyakinan akan kebenaran yang banyak?


Tidak. Kebenaran itu tunggal. Hanya saja sudut pandang dan metode yang ditempuh berbeza-beza. Kami di dalam agama Islam meyakini, bahwa syariat Islam itu satu. Syariat yang ada di sisi Tuhan adalah tunggal. Namun tanggapan dalam memahami syariat tersebut berbeda-beda. Seorang mujtahid yang melakukan penelitian boleh jadi salah dan boleh jadi benar. Seperti di dalam hadis disebutkan, bahwa mujtahid yang salah akan mendapatkan satu pahala dan yang benar akan mendapatkan dua pahala. Ini tidak menuntut adanya kebenaran yang banyak dan majemuk. Kebenaran atau hakikat adalah kesesuaian antara yang ada di dalam benak kita sebagai konsep dengan realiti yang terjadi di luar, ini adalah definisi kebenaran. Bila sesuai, maka bererti telah benar dan bila tidak sesuai, maka bererti yang ada di benak kita itulah yang salah dan bukan bererti kebenaran itu berubah dan menjadi banyak. Di sinilah letak kesalahan fahaman Marxis, di mana mereka menganggap, bahwa perbezaan pandangan atau konsep yang ada di benak kita tentang kebenaran atau hakikat dapat mengubah kebenaran dan hakikat itu sendiri. Karena itu, di saat pandangan manusia berubah-ubah, maka kebenaran itu sendiri juga berubah-ubah. Di saat terjadi perkembangan pada cara berfikir manusia, maka terjadi pula perkembangan dalam hakikat dan kebenaran. Sekali lagi keragaman keyakinan dan praktikal amali tidaklah menuntut keyakinan akan keragaman kebenaran yang banyak, namun hal itu memberikan makna, bahwa kebenaran itu adalah satu. Hanya saja ada beberapa perbezaan pandangan tentang kebenaran tersebut, sebagiannya benar dan sebagian yang lain salah.
Pluralisme juga memiliki makna adanya saling menghormati antar pemeluk keyakinan yang berbeda-beda. Di dalam al-Quran di Surah Saba’ ayat 24 Allah memerintahkan Nabi saw untuk menyeru kepada orang-orang musyrik saat itu. Dan sesungguhnya kami atau kalian (orang-orang musyrik) pasti berada dalam petunjuk atau dalam kesesatan yang nyata.


Ini sama sekali tidak dalam rangka menjelaskan, bahwa kebenaran itu berbilang, namun di dalam dialog ada kalanya anda yang salah dan ada kalanya saya yang salah. Di dalam ayat berikutnya Allah berfirman, Katakanlah,
Kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas dosa yang kami lakukan dan kami tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kamu lakukan.
Cuba perhatikan! Di dalam ayat ini ada dua hal yang patut kita petik.


Pertama, al-Quran melarang kita di saat masuk dalam sebuah dialog untuk mengungkit-ungkit masa lalu dan menuduh dengan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan dengan mengatakan, ”Bukankah engkau dulu yang begini dan begini”, sehingga pada akhirnya melupakan pembahasan aslinya dengan mengalihkan pada masalah pribadi.


Kedua, al-Quran mengajarkan kepada kita agar menghormati lawan bicara dengan tidak menganggap apa yang dia lakukan sebagai sebuah kesalahan, sebaliknya kita harus menganggap perbuatan yang kita lakukan sebagai perbuatan buruk (ajram) yakni sesuai dengan pandangan lawan bicara, sedangkan pekerjaan lawan bicara tidak boleh kita anggap sebagai perbuatan buruk, walaupun menurut kita salah. Karena itu, di dalam ayat itu ia menggunakan kata amma ta’malun (apa yang kamu lakukan) padahal lawan bicara Nabi di dalam ayat itu adalah musyrik. Maka, bagaimana jika dia seorang Ahlulkitab bahkan Muslim?


Jadi, persatuan di dalam landasan praktikal tidaklah bertentangan dengan keyakinan pluralis, namun haruslah berada di dalam ruangan umum. Ertinya, haruslah ada ukuran yang general dan diterima oleh semua, seperti keimanan akan satu Tuhan (tauhid) dan keyakinan akan nilai-nilai universal. Selama berada di dalam koridor tersebut, maka tidak ada larangan untuk terjadi perbezaan pandangan dan pemikiran, bahkan dalam agama sekalipun. Masyarakat Islam boleh hidup bersama pemeluk agama lain dan dapat memberikan hak-hak mereka. Maka, pluralisme adalah suatu hal yang wajar di dalam koridor peradaban, agama, dan mazhab dalam satu agama. Saya tidak melihat hal itu sebagai problem. Malah saya menganggapnya sebagai sebuah hal yang normal dengan masing-masing pemeluknya memiliki jiwa toleransi dengan yang lain serta bekerjasama secara logik.


Bagaimana pendapat tuan berkenaan dengan isu dan tuduhan yang dilontarkan oleh mereka yang tidak sejalan dengan usaha menyatukan ummat Islam, dengan mengatakan, bahwa persatuan yang diperjuangkan oleh orang-orang Syiah dan Republik Islam Iran memiliki tujuan tertentu dan politik bukan dalam rangka memperjuangkannya sebagai bagian dari ajaran Islam?


Tuduhan-tuduhan seperti itu sering kali kita dengar dan bukanlah hal yang baru. Sepanjang sejarah kita dapatkan tuduhan-tuduhan murahan seperti itu. Kita harus membezakan antara strategi dan taktik. Strategi adalah upaya yang berkepanjangan dan tetap, sedangkan taktik adalah bersifat sementara dan berubah-ubah. Kita mengakui, bahwa upaya persatuan itu adalah masalah strategi, yakni sebuah garis panjang yang telah digariskan Islam seperti firman Allah dalam Surah Anbiya ayat 92:
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
Begitu juga di dalam Surah al-Mu’minun ayat 52,
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.
Ertinya, di saat Islam menekankan pentingnya persatuan dan mewajibkan persaudaraan dan di sisi lain membuka pintu kebebasan berijtihad yang akibatnya adalah adanya perbezaan dan menentukan batasan-batasan di mana siapa yang berada di dalamnya bererti masuk dalam keluarga besar umat Islam, yakni mereka yang meyakini akan keesaan Tuhan, kenabian Nabi Muhammad saw dan hari akhir serta menerima hukum-hukum Islam yang disepakati, seperti solat, puasa, haji dan jihad. Mereka yang berada di dalam area ini adalah keluarga besar umat Islam, semuanya memiliki kedudukan yang sama (mutakafiun, mutadhaminun) dan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Ini yang dikatakan oleh Islam dan bukanlah yang dikatakan oleh Iran atau Syiah. Iran dan Syiah tidak memiliki perkataan lain. Di saat kita mengajak kepada persatuan dan pendekatan antara mazhab, maka kami tidak menginginkan selain dari hal ini. Muawiyah bin Abi Sufyan di dalam salah satu suratnya kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata: Apa yang anda sampaikan bukanlah sesuatu yang baru, namun sudah disebutkan oleh al-Quran dan Sunnah Nabi. Imam Ali menjawab, Itu adalah kebanggaanku, di mana apa yang aku sampaikan adalah sesuai dengan al-Quran dan sabda Rasulullah. Aku memang tidak memiliki sesuatu yang lain selain dari apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalam al-Quran dan apa yang telah disabdakan oleh Nabi saw. Engkau bermaksud untuk mencela diriku namun, itu adalah penghormatan dan pujian bagiku.


Republik Islam Iran memang tidak memperjuangkan sesuatu yang baru. Segala apa yang diperjuangkan adalah dari dalam al-Quran dan Sunnah. Kelompok Salafi dan kelompok yang mengkafirkan kelompok lain yang sering melakukan tuduhan seperti di atas, mereka sendirilah yang telah keluar dari logika Islam dan al-Quran di saat mereka mengafirkan orang yang tidak kafir dan menuduh orang yang tidak tertuduh. Kami meyakini, bahwa siapa yang mengimani rukun Islam dan iman, maka ia telah masuk di dalam kesatuan umat Islam sekalipun belum pernah mengamalkan ajaran Islam. Di sisi lain, kami mengajak untuk melakukan pendekatan antara mazhab-mazhab Islam dan makna pendekatan itu bukanlah meleburkan semua mazhab menjadi satu atau melakukan campur aduk antara ajaran mazhab yang berbeza-beza. Namun pendekatan mazhab yang ingin kami realisasikan adalah menyingkap titik-titik persamaan, memperluasnya, dan bekerja sama dalam melaksanakan yang disepakati tersebut dan saling memahami dan memaafkan atas perbezaan yang dimiliki. Apakah ini sesuatu yang keluar dari garis dan koridor Islam? Islam menyuruh kita untuk mencari titik temu dengan Ahlulkitab, seperti firman-Nya dalam Al- Imran 64: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".


Saya meyakini, bahwa ayat ini menyuruh kita untuk mencari titik persamaan dengan orang musyrik sekalipun, tidak hanya Ahlulkitab. Artinya, jika memang ada titik-titik persamaan dengan orang-orang musyrik, maka wajib kita cari titik-titik persamaan tersebut. Tentunya lebih-lebih lagi kita harus mencari titik-titik temu antara kaum Muslimin sendiri. Inilah yang kami perjuangkan di dalam upaya melakukan pendekatan dan dialog antara mazhab. Adapun upaya merealisasikan persatuan Islam itu agar umat Islam bersatu dalam menghadapi musuh bersama. Apakah Islam tidak menginginkan demikian? Ertinya, apakah Islam menyuruh kita untuk bercerai berai dalam rangka menghadapi musuh kalian? Apakah Islam menyuruh kita bercerai-berai dalam menyelesaikan problem dalaman dan penting umat Islam? Saya benar-benar tidak dapat memahami perkataan dan tuduhan mereka, kecuali salah satu kemungkinan berikut:
1) kerana kebodohan mereka dan memang majoriti mereka demikian;
2) kerana fanatik mereka dan majoriti mereka memang demikian
3) kerana kepentingan politik
4) kerana mereka merupakan kaki tangan musuh-musuh Islam.

Bersambung...



Tuesday, December 9, 2008

IMAM ALI KHAMENA'I DAN KEBANGKITAN IMAM MAHDI -SIRI 2-

IMAM ALI KHAMENA'I DAN CIRI-CIRI PENGGERAK GERAKAN MAHDAWIYAH

" Untuk terjadinya kehadiran Imam Mahdi a.s tidak cukup dengan syarat berlakunya kezaliman dan kefasadan sahaja, tetapi ia juga memerlukan kepada persyaratan
1) INSAN SOLEH,
2) PEMIKIR YANG KUAT
3) IMAN YANG KUKUH
4) FIZIKAL YANG TERLATIH
5) HATI YANG TERANG (BERSIH)


Imam Zaman a.j merindui peribadi yang
1) TABAH MENGHADAPI TENTANGAN DAN UJIAN YANG PAHIT
2) TIADA KERAGUAN, KEGENTARAN, KEMUNDURAN DAN YAKIN DENGAN KEPUTUSAN SEHINGGA MAMPU MELAKSANAKAN TAKLIF YANG BESAR IAITU MELAKUKAN PERUBAHAN DI ATAS MUKA BUMI INI (MENUJU ARAH POSITIF)

mereka ini perlu siap menghadapi segala masalah serta komplikasi-komplikasinya, begitu juga mereka perlu ada
1) SISTEM YANG KUAT YANG MANA ANGGOTANYA TIDAK PERNAH GENTAR DAN RAGU,
2) MEMILIKI BASYIRAH (MATA HATI YANG TERANG) DAN TIDAK KHAWATIR DENGAN SEGALA MASALAH YANG DIHADAPINYA.
Begitulah imam kita….

Imam Mahdi a.j sentiasa MERINDUI peribadi yang
1) PEKA DAN SEDAR TERHADAP APA YANG BERLAKU
2) BERPENGALAMAN
3) BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
4) TELITI DENGAN SETIAP MASALAH DAN ISU
5) PENUH PENGORBANAN
6) PENGABDI MASYARAKAT
7) PEJUANG MENGHADAPI MUSUH ALLAH

Kalian sudah wajib mempersiapkan diri, hingga insyaallah ketika waktu yang dijanjikan sampai kalian sudah dapat memenuhi keperluan tersebut…antara persiapan tersebut :
1) TAQWA
2) TAWADHU',
3) MEMBANTU YANG LEMAH
4) BERTAHAN MENGHADAPI PENINDASAN
Ini semua merupakan sifat-sifat pejuang Imam Mahdi a.s…"

PERSIAPAN KEMUNCULAN IMAM MAHDI A.J

" Untuk keminculan Imam Mahdi a.s perlu adanya persiapan iaitu perlaksanaan HUKUM ISLAM dan PEMERINTAHAN AL-QURAN…..maka harus ada persiapan, ketika persiapan telah dilakukan, maka insyaallah kehadiran Imam Mahdi a.s pun akan tersedia.

Wahai umat yang mulia, TERUTAMANYA PARA PEMUDA, apapun yang dianggap layak dari segi ma'rifah, akhlaq, tindakan mencari peluang yang lebih banyak pada diri kalian maka "masa akan datang' akan lebih dekat lagi.
Kita perlu mengetahui bahawa kemunculan Imam Mahdi a.j selangkah lebih dekat dengan revolusi Islam kita, ketika itu juga masyarakat akan lebih dekat lagi dengan Imam Zaman a.j.

Bagaimana ?

Seberapapun lingkaran Islam yang saya dan anda miliki di Iran ini dapat diperbesarkan lagi dan sejauh mana kalian dapat memperluas Islam ini kealam yang lain, Negara yang lain, ke titik-titik gelap yang lain, sejauh itu pulalah kehadiran Imam Mahdi a.j akan mendekat.
Tujuan MASYARAKAT SYURGAWI ALAWI MAHDAWI HARUSLAH KITA PERSIAPKAN kewujudannya DARI SEKARANG, kita tidak boleh seiring dengan kezaliman dan kefasadan, dan perlu menolaknya, serta bersikap jelas pada hal ini. PADA DIRI KITA PULA PERLU TERDIDIK DENGAN ATURAN-ATURAN ISLAM BEGITU JUGA PADA MASYARAKAT KITA. SAMA SEKALI TIDAK BOLEH MEMBERI KESEMPATAN UNTUK MENERIMA PEMIKIRAN NON ISLAM DAN ANTI ISLAM.

Kita harus menjadikan semua sistem, pengurusan dan semua aspek pelaksanaan samada zahir maupun bathinnya adalah bersifat Islam. Arah inilah yang diberikan oleh 'Penantian Imam Mahdi' pada kita.


Imam Mahdi a.j di dalam Doa Nudbah (doa pagi hari Jumaat) yang kita baca menentang kefasikan, permusuhan, thaghut dan kemunafikan, segala bentuk pertikaian dan kelalaian yang merusak kedua-dua sisi insani iaitu material dan spiritual.. Kita di dalam masyarakat hari inipun harus bergerak menuju ke arah Imam Zaman a.j dan terus maju. Inilah yang akan menjadikan hubungan jiwa kita lebih dekat dengan Imam Mahdi a.j, sehingga masyarakat kita menjadi 'Masyarakat Waliyul Asri' dan akan lebih dekat lagi dengan masyarakat Mahdawi Tauhidi.

Wassalam